7 Jan 2014

Kisah Zhafi dan Gangsing Tradisionalnya

Pulang sekolah di hari pertama semester 2, ibu tanya Mas Zhafi.

Ibu: Gimana di sekolah hari ini? Seneng?
Mas Zhafi: he-eh. (mengangguk)
Ibu: Oyah? Apa yang paling bikin mas Zhafi seneng di sekolah?
Mas Zhafi: Tadi aku dikasih gangsing, dari Mora. Dia dari Jogja.
Ibu: Oh.. iya yaa.. Mana gangsingnya?

Sesampai di rumah, Zhafi langsung mengeluarkan gangsing dan mencoba memasangnya.

Tau kan, gangsing yang tradisional itu, yang terbuat dari bambu. Satu mainan gangsing ini terdiri dari gangsing itu sendiri, tali jemuran yang di ujungnya diikatkan kayu kecil dan pendek (sekitar 3 cm), dan sebuah bilah bambu yang ukurannya lebih besar dari kayu kecil tadi (kurang lebih 5 cm). Pada bilah bambu tadi terdapat lubang di salah satu ujungnya yang dimasuki tali nilon tipis (yang seperti tali jemuran itu lho). Untuk bisa memutar gangsing itu, kita harus melilitkan tali jemuran itu ke gangsingnya. Lalu ditarik dengan cepat dan keras. Si gangsing pun akan berputar dengan indahnya, dan mengeluarkan suara yang merdu.

Nah... mas Zhafi baru pertama kali memainkan gangsing itu. Yaa, dulu-dulu banget sih pernah, tapi bukan dia sendiri yang memutarnya. Ayah atau ibunya yang memainkan, Zhafi hanya melihat. Kali ini, dia mencoba memainkannya sendiri. Melilitkan tali ke gangsing bukan perkara yang mudah baginya. Sampai-sampai, dia nyeletuk, “Mainnya sih cepet, tapi masangnya yang lama, bosen, susah!”

Beberapa kali mencoba, tali selalu lepas. Kali ketiga mencoba, dia mulai ngambek (ini kok ibunya banget ya), dan mulai menyalahkan si gangsing malang, “Mainannya jelek!”

Dudududuh... rasanya pengen aja bilang, “ya udah, ga usah main lagi”. Atau, “ sini ibu aja yang pasang”. But wait!

Kalau dia dibiarkan menyerah di  hal-hal kecil seperti ini, dia mungkin juga akan menyerah terus untuk tantangan yang lebih besar lagi.

Lalu terjadilah obrolan ini:
Ibu: “Kenapa mainannya jelek?”
Mas Zhafi: “Habis susah gitu sih”
Ibu: “Tapi ibu liat anak-anak pada bisa mainin itu, kenapa ya? Apa mereka langsung bisa? Pasti belajar dulu, dicoba terus, latihan terus”
“Mas Zhafi hanya perlu terus mencoba, sampe bisa”
“Zhafi dulu juga belajar naik sepeda kan ga langsung bisa. Pertama roda 4, roda 3, terus roda 2. Itu malah butuh waktu lama”
Mas Zhafi: “Iya, tapi ibu aja deh yang pasang!” (masih ngambek).
Ibu:  “Ibu mau bantu pasang sekali aja. Seterusnya, Zhafi yang coba ya. Kaya si Thomas Alva Edisin tuh. Dia itu yang menemukan lampu. Karena jasanya, kita sekarang bisa menikmati cahaya dari lampu. Padahal dulu, Pak Thomas bikin dan merakit lampu itu ga langsung berhasil. Pertama coba rakit, gagal. Rakti lagi, gagal lagi, rakit lagi, gagal lagi. Begituu terus sempai berapa kali?
Zhafi: (diem)
Ibu: ngga Cuma 10 kali, tapi 1000 kali malah. Jadi yang penting, coba terus. Yakin deh, Zhafi juga lama-lama bisa
Zhafi:  (masih diem)

Akhirnya, dia mencoba lagi. Pertama ngga mau muter, padahal udah lumayan berusaha sabar melilitkan kumparan talinya. Dia coba lagi. Dann akhirnya, satelah sekitar 10an kali mencoba, dia bisa memasang kumparan tali, dan memutarnya dengan sangat baik. Excellent. Dan Zhafi pun sumringah karena puas bisa bermain gangsing sendiri.

Katanya, “Zhafi perlu belajar cara gimana supaya lebih cepet lagi masang talinya”.

Ibu: “Yak... terus latihan, nanti kan terbiasa dan bisa lebih cepet"

Moment-moment seperti ini memberi pelajaran buat kami berdua. Ibunya belajar untuk menyemangati, menginspirasi, memotivasi dengan memberi afirmasi positif dan cerita-cerita tentang proses sukses. Putraku belajar mengatasi rasa mudah menyerahnya, rasa ga bisanya. Dan ngga ada yang sempurna, karena semuanya perlu proses.


5 Jan 2014

TMII Kali Ini Naik Monorailnya...


Hari terakhir di bulan Desember tahun 2013, kami isi dengan hangout (bahasa kerennya) ke Taman Mini Indonesia Indah. Yangti dan Yangkung ceritanya ingin ajak cucu-cucunya main-main, dan Taman Mini yang jadi pilihan. Hmm.... sebetulnya sudah cukup sering pastinya, dan sudah hampir semua wahana dan titik-titik di TMIiI dikunjungi, tapi memang ada satu yang belum pernah kami naiki: kereta Aeromovel atau monorailnya.

Rencana berangkat pagi terpaksa ditunda hingga jam 10.00 karena hujan yang cukup deras sejak malam harinya. Pada jam 10.00 itu, hujan sudah cukup bersahabat. Perjalanan lancar sekali tanpa macet, karena sepertinya siang ini semua penghuni Jakarta sedang tidur siang untuk atau istirahat untuk mempersiapkan energi menyambut malam pergantian tahun. Senangnya... walau sempat kebablasan ke jagorawi, ngga perlu manyun karena perjalanan tetap mulus tanpa hambatan.

Sampai di TMII sekitar jam 11.00. dan segera membayar tiket masuk gerbang  sebesar 55.000 rupiah totalnya (Rp 8.000/orang plus kendaraan Rp 7.000). Tujuan pertama kami adalah Akuarium Air Tawar. Akuarium airt tawar adalah tempat kita bisa melihat berbagai jenis ikan air tawar yang terdapat di seluruh nusantara dan dunia. Untuk bisa menikmati akuarium ini, pengunjung di kenakan tiket seharga Rp 15.000/orang yang sudah termasuk tiket masuk ke Museum Serangga dan Taman Kupu-Kupu yang bersebelahan dengan Akuarium. 

Ikan Arwana sepanjang kurang lebih 1 m
Ikan Gajah. Ada belalainya, lho...
Menarik juga melihat ragam jenis ikan air tawar dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kita bisa melihat ikan yang memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa di antaranya, ikan gajah yang memiliki semacam belalai di mulutnya, ikan arwana panjang 1 meter, belut listrik  sepanjang 1 meter yang dihubungkan dengan lampu di atas akuariumnya sehingga ketika belut itu bergerak lampu akan menyala, juga ikan karnivora yang terkenal itu yaitu piranha.



Kita juga bisa melihat hewan air tawar lainnya seperti udang-udangan, labi-labi albino (sejenis penyu albino), buaya kura-kura. 

Setelah melewati berbagai jenis ikan dan hewan air tawar, tibalah giliran untuk melihat hal-hal menarik di dalam Museum Serangga dan Taman Kupu-Kupu. Dunia serangga ternyata sangat unik ya. Setiap  famili serangga punya banyak jenisnya. Seperti replika kawanan kumbang beraneka jenis yang disusun dan terpajang di area pamer paling depan museum tersebut. 

Ragam Kumbang Nusantara

 Sambil melihat-lihat koleksi serangga yang diawetkan itu, Yangti dan Yangkung asyik membahas nama beberapa serangga itu dalam bahasa Jawa. Dan Yangkung takjub ketika menemukan serangga sejenis kumbang yang dikenalnya dengan nama Samber Ilen juga dipajang di situ lengkap dengan namanya dalam bahasa Jawa. Koleksi serangga tomcat yang beberapa waktu lalu membuat heboh di Indonesia karena memakan korban, juga dipajang di sana. Ternyata besarnya seperti nyamuk. Hanya saja, kalau nyamuk kalau hinggap di tangan atau kaki kita, kita bisa menepuknya sampai mati atau mengeluarkan darah. Tapi, kalau tomcat yang hinggap, sebaiknya biarkan dia pergi dalam kondisi hidup dan utuh. Caranya dengan meniupnya atau menyentil/menyeroknya dengan pelan menggunakan kertas. Supaya kita tidak terkena getah dari tubuh tomcat yang punya zat berbahaya yang membuat kulit gatal dan melentung hebat.

Kupu-kupu yang diawetkan
Petualangan di dunia serangga pun berlanjut ke taman Kupu Kupu. Aih... cantik banget kupu-kupu di dalam sana. Jumlahnya memang tidak banyak, tapi cukuplah bikin segar pemandangan mata.

Setelah sholat, kami mencari tempat makan langganan sejak jaman saya masih kecil diajak jalan Yangti Yangkung ke Taman Mini. Pecel Madiun. Pecel di sini dulu terasa enak sekali, dan hati terasa teduh karena selalu ada pertunjukan langsung seorang bapak yang memainkan kecapi atau ibu-ibu yang nyinden. Sempat bingung mencari-cari tempatnya, karena tempatnya sudah dipindah. Tempatnya yang dulu sudah berganti menjadi anjungan rumah adat untuk propinsi-propinsi ‘baru’. Dan lokasi si Pecel Madiun ini sekarang terletak tidak jauh dari Museum Transportasi. Suasananya kurang lebih tidak banyak berubah, malah mengalami penurunan. Rasa makanannya tidak senikmat dulu. Dan tidak ada pemain kecapi dan sinden. 


Pemandangan di bangku paling depan aeromovel
Usai mengisi perut, Zhafi dan Hanan dapat kejutan menyenangkan. Mereka akan mencoba naik monorail atau kereta Aeromovel. Monorail ini terdiri dari dua gerbong. Jalannyya tidak teralu cepat. Tapi karena kami dapat kesempatan duduk di depan, sensasinya terasa seru dan sedikit menegangkan. Dan yang terpenting rasa penasaran Zhafi dengan monorail sudah terjawab. Lain kali kita naik monorail beneran yaa... Atau kereta peluru sekalian.  TGV di Perancis, atau Shinkansen di Jepang? Hmmm.... *twink.

What Is Your Passion?

Quote yang paling menginspirasi: "I am stronger than my excuses".