24 Jan 2015

Kado Terindah yang Berat dan Tebal


Saat itu di Yogyakarta bulan Maret 2004

“Kita sebaiknya ngga bertemu dulu untuk beberapa waktu.”

Pernyataan itu bikin hati gusar. Tetiba laki-laki yang selama ini dekat dengan saya, memutuskan untuk menyudahi sementara hubungan kami, sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Dan yang lebih menggalaukan hati, kejadian itu terjadi beberapa minggu sebelum hari ulang tahun yang ke 22.

Apakah saya sedih? Sakit hati? Seinget saya ngga terlalu sedih juga , sih. Hati ini udah yakin dia yang akan jadi jodoh saya. Dialah calon imam bagi saya nanti *eeaaa…. Jadi saya yakin aja, kalau memang berjodoh pasti akan dipertemukan lagi. Kalau engga ya, udah kehendak Dia.

Tapi bingung iya. Bingung, gimana nanti menghabiskan hari ulang tahun. Gimana nanti kalau ngga sengaja ketemu di kampus, karena kami berdua jadi dekat karena berkuliah di universitas dan fakultas yang sama.

Saya jalani saja hari-hari dengan berfokus pada kuliah dan kegiatan kampus. Sesekali bertemu mata dengannya di kampus, saya hanya bisa tersenyum. Dan hari ulang tahun pun saya pun mendapat kejutan kecil dari sahabat-sahabat. Jadi saya bisa segera move on.

Ternyata ada kejutan lain. Ibu menelpon dari Jakarta. Kata beliau ada pengiriman paket dari Yogya tapi tak bernama. Paketnya berat dan tebal. Saya heran, paket dari siapa, ya? Saya hanya berpesan, tolong disimpan saja, ya Bu. Nanti saya buka kalau pas pulang libur panjang. Rasa penasaran sering muncul, apa isinya dan siapa gerangan pengirim paket itu ya.

Hingga tiba saat liburan, dan saya pulang ke rumah di Jakarta. Tak sabar rasanya ingin segera sampai rumah dan membuka paketnya. Paket tebal dan berat itu ternyata adalah buku novel legendaris Musashi yang ditulis oleh Hidetsugu “Eiji” Yoshikawa. Di dalamnya terselip surat bertanda tangan dari laki-laki yang selama ini saya yakini jodoh saya. Saya pun bertanya-tanya, apa gerangan ya maksud dibalik kado yang berat dan tebal ini.

Novel setebal 900an halaman itu memang berat dan tebal.  Untungnya saya suka membaca, dan saya nikmati saja lembar demi lembar halaman novel itu. Bagi yang bertanya-tanya siapa tokoh Musashi ini, singkatnya, Musashi adalah tokoh nyata. Awalnya hidupnya  tanpa tujuan, namun menjadi pahlawan setelah penggemblengan yang dialaminya.

Saya rasa itulah yang ingin disampaikannya dari kado ini. Dia ingin mengingatkan saya tentang menemukan makna dan tujuan hidup di usia saya yang ke 22 saat itu. Dan sejak itu, kado itu menjadi kado terindah bagi saya, hingga saat ini kami telah berkeluarga :).


 


Ibu: Profesi Abadi


Semenjak mengetahui sosok Ibu Septi Peni, saya disadarkan kembali bahwa menjadi Ibu adalah pekerjaan yang harus dijalankan secara profesional. Karena, seorang ibu adalah pendidik generasi bangsa. Kita tidak bisa hanya mengandalkan perasaan saja untuk menjadi ibu. Diperlukan ilmu dan pengamalannya.


Saya salut kepada ibu bekerja, karena pastinya membagi waktu antara profesi utama sebagai ibu dengan profesi yang lain tentulah perlu energi dan tantangan tersendiri. Di sisi lain, tidak ada alasan bagi perempuan yang tidak bekerja di luar untuk merasa ngga produktif lagi. Karena menjadi Ibu Rumah Tangga adalah pekerjaan dan profesi. Kelak produknya adalah Anak Sholeh. Yang menggaji? Direktur alam semesta ini, Allah SWT. Bayangkan, direkturnya Sang Maha Kaya. Ngga perlu khawatir dengan gaji yang dijanjikannya kepada kita. Bukan soal materi saja, tapi cinta dan ridho Allah di dunia akhirat insya Allah selama seorang ibu ikhlas dan tulus menjalankan profesinya, sepenuh hati.

Di situsnya Institut Ibu Profesional, Ibu Septi Peni menayangkan video tentang gambaran umum menjadi Ibu Profesional, dan saya rangkum di sini inti sarinya.

Sudah kodratnya seorang anak memilki Intellectual curiousity, Creative imagination, Art of discovery, Akhlak mulia. Kalau selama dalam pengasuhan kita, keempat hal itu menurun atau hilang/habis, berarti ada yang salah pada kita sebagai orangtua.

Sudah menjadi fitrah anak:

  1. Homo ludens, yaitu makhluk yang senang dengan permainan dan bermain
  2. Rentang konsentrasi rata-rata anak adalah 1 x usianya
  3. Secara natural, anak adalah makhluk pembelajar
  4. Delapan puluh persen otak anak berkembang di usia 0 – 8 tahun, dan masa-masa keemasan mereka adalah 0 – 3 tahun
  5. Stimulus anak sejak dini akan menentukan karakter anak selanjutnya.

Orangtua, ayah dan ibu, adalah pendidik utama bagi anak-anak. Dalam hal menjadi ibu, perlulah belajar bagaimana menjalani peran ibu secara professional. Bukan sambilan, bukan sampingan. Karena pekerjaan ini adalah pekerjaan penting, membentuk generasi.
Untuk menjadi ibu yang professional, dibutuhkan 4 pilar keterampilan.

  1. Bunda sayang. Bunda mampu mencurahkan perhatian, kasih sayang dalam membesarkan dan mendidik anak. Menerapkan komunikasi produktif, membimbing anak agar memiliki ekspresi kreatif, memberi motivasi, mengajarkan kemampuan akademik dasar (membaca dan berhitung) dengan kasih sayang.
  2. Bunda cekatan. Bunda mampu menjalankan perannya sebagai pengelola keuangan keluarga, dokter dan perawat keluarga, safety riding, mengelola rumah agar nyaman dan elok.
  3. Bunda produktif. Bunda mampu membantu perekonomian keluarga, menjadi komunitas pembelajar, komunitas industry, memberi manfaat bagi lingkungan sekitar
  4. Bunda Shalihah. Bunda mampu menjadi contoh, berkarakter mulia.

Akhlak mulia dibutuhkan dalam:
How to educate children
How to manage family
How to be confidence
How to make continuous improvement

Agar tercapai tujuan membentuk kaum ibu yang professional, perlu:

  • revitalisasi makna ibu
  • adanya pendidikan dan pelatihan bagi para ibu
  • pengembangan saran ibu professional
  • dibentuknya jaringan kemandirian peremuan.
Karena mendidik 1 ibu adalah mendidik 1 generasi.

Ngga perlu menjadi sempurna sebagai ibu, tapi semangat untuk terus memperbaiki diri akan memberi hasil yang lebih baik.
 “Be Professional, Rezeki Follows”

19 Jan 2015

Mbak Ye dan Tumor



Ini kisah nyata. Tentang Mbak Ye (sebut saja begitu).

Saya mengenalnya sekitar setahun lalu. Waktu itu, tetangga rumah saya menawarkan asisten untuk bantu cuci setrika. Kebetulan karena sedang membutuhkan, saya iyakan saja. Mbak Ye inilah yang kemudian bekerja di rumah saya. Sepintas ngga ada yang aneh ketika Mbak Ye datang memperkenalkan diri. Dia mengenakan baju kaos dan celana panjang.

Keesokan harinya, saat mulai bekerja dan dia mengenakan celana pendek, barulah saya melihat ada yang tidak biasa. Pada kakinya, tumbuh benjolan yang cukup jelas terlihat. Saat itu, benjolannya hampir sebesar bola golf.

Saya tanya, kakinya kenapa.

Katanya, ini tumor.

Sudah lama?

Iya. Dulu sudah pernah dioperasi, tapi tumbuh lagi.

Sudah berobat lagi?

Belum. Saya minum herbal aja. Rasanya sakit ngga sekarang?

Iya, kadang sakit, tapi ngga saya rasa.

Saat itu memang kondisinya secara keseluruhan tampak bugar, selain benjolan di kakinya. Dia masih bisa bekerja, mencuci, dan menyeterika sampai 3 pintu. Beberapa kali dia izin ke rumah sakit, untuk periksa menggunakan jaminan kesehatan masyarakat. Sampai akhirnya dia berhenti bekerja dari rumah saya, dan digantikan oleh tetangganya. 

Dari tetangganya yang sekarang jadi asisten saya ini, saya sedikit-sedikit tau kabarnya. Dia bekerja dimana, dan bagaimana kondisinya sekarang. Prihatin juga, demi supaya bisa bekerja, dia terbiasa menenggak minuman berenergi semacam ku****ma setiap pagi tanpa sarapan. Minuman itu buatnya untuk mengatasi badannya yang lemas. Saya ngeri, minuman berenergi itu akan memperparah penyakitnya. Jadi saya pesan melalui asisten saya itu (si Bibi) untuk bilang pada Mbak Ye, tolong berhenti minum minuman seperti itu.

Tapi, siapa yang mau mendengarkan nasihat itu, kalau yang dia butuhkan adalah efek badan berenergi yang langsung terasa. Jadi, tampaknya kebiasaan itu masih dilakukan.

Beberapa waktu lalu, Mbak Ye datang ke rumah saya. Dia mengeluhkan banyak hal. Tentang penyakit tumornya yang semakin membesar, juga tentang suami dan anak-anaknya yang banyak menuntut tapi tidak memberi perhatian pada penyakitnya. Dia sudah berupaya  memeriksakan ke RSU Daerah, tapi pihak rumah sakit mengirimnya ke RS besar di Jakarta. RSUD tidak bisa mengatasi penyakit Mbak Ye karena sudah terlalu parah.

Berbekal berkas BPJS, Mbak Ye sudah berobat ke RS besar tersebut. Singkat cerita, Mbak Ye akan dihubungi kalau pihak RS sudah siap untuk mengoperasi. Katanya masih antri 200 orang. Namun sampai berminggu-minggu Mbak Ye tidak juga dihubungi, hingga sekarang kondisinya ngga bisa jalan. Sejak kedatangannya ke rumah saya, baru terpikir untuk menghubungi Lembaga amil zakat seperti Dompet Dhuafa. Saya ingat DD ada program layanan kesehatan Cuma-Cuma dan rumah sehat terpadu DD. Tapi sampai sekarang saya belum berhasil menghubungi. Entahlah, ada atau tidak kemungkinan bagi Mbak Ye ini untuk mendapatkan bantuan pengobatan atau operasi dari RSTDD, masih sedang diupayakan. Semoga ada jalan buat kesembuhan Mbak Ye.

Aamiin

What Is Your Passion?

Quote yang paling menginspirasi: "I am stronger than my excuses".