Pagi ini, Si Bungsu tertarik dengan keramaian suara lagu
anak-anak di pasar. Semakin tertarik ketika tahu suara lagu itu berasal dari
wahana kereta-keretaan yang digelar setiap Minggu pagi di area pasar dekat
rumah kami. Si kecil menarik-narik tangan saya ke sana, mengajak untuk melihat.
Iya, hehe.. melihat. Karena dia tidak tertarik untuk menaiki wahana itu. Dia
hanya suka melihat dan mendengarkan lagu-lagunya, sambil sesekali berjoget dan
bertepuk tangan. Awalnya, saya hanya melihat pemandangan itu sebagai
pemandangan biasa. Tapi... fokus saya kemudian tertuju pada abang-abang yang
memiliki wahana itu, yang mengendalikan jalan dan berhentinya si kereta, yang
memperhatikan ‘keselamatan penumpang-penumpang kecilnya’ dengan memakaikan sabuk
pengaman sederhana, dan yang menerima uang-uang receh 2000an sebagai pengganti
jasa hiburan kereta mini itu.
Di zaman sekarang ini, terutama di negara ini, saat semakin
banyak orang mencari uang dengan cara yang aneh, tidak masuk akal, bahkan
memakan jatah orang lain seperti mengkorupsi, bagi saya cara si abang-abang ini
jauh lebih masuk akal, lebih lazim, dan lebih jujur. Si abang-abang ini tentu
tidak bisa mengharapkan mendapat uang lebih dari Rp 2,000 setiap anaknya,
paling banyak Rp 5,000 atau Rp 10,000. Itu kalau si anak mungkin ditinggal
kelamaan ibunya ke pasar saking asiknya belanja :P.
Tapi itulah cara yang dipilih si Abang-abang ini untuk
menjemput rezekinya. Tidak dengan cara lain yang tidak jujur.
Di kesempatan itu juga, saya melihat moment yang dalam
pikiran saya, itu adalah peluang terjadinya kejujuran atau ketidakjujuran.
Seorang bapak yang menitipkan anaknya di kereta-keretaan itu, tidak punya uang
kecil. Ketika akan membayar dengan selembar uang 50 ribuan --karena sepertinya
hanya uang itu yang dibawanya-- dan si Abang tidak punya kembalian, si Bapak
minta waktu untuk mencari uang kecil, tentunya dengan membawa anaknya tadi.
Saya rasa, bisa saja si Bapak itu kemudian tidak kembali untuk memberikan uang
jasa kepada si Abang. Tapi.. si Abang toh percaya.... dan si Bapak memang
kembali.
Kala itu... dalam peristiwa sederhana itu, saya bersyukur,
masih banyak kejujuran-kejujuran kecil yang bisa saya temui di sekitar saya. Seringkali
saya selalu terfokus pada ketidakjujuran orang lain (baca:koruptor), dan
melupakan bahwa di sekitar saya masih ada hal baik dan positif yang bisa diapresiasi.
Semoga dari apresiasi-apresiasi positif itu bisa berkembang menjadi pikiran dan
energi positif di setiap kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Haii emak, bapak, ibu, adik, abang, neng, uda, uni, akang, teteh, mas, dan mbak, tinggalkan komentar dan jejakmu yaa... saya senang sekali kalau bisa berkunjung ke rumah maya milikmu. Salam BW ^_^