Ini kisah nyata. Tentang Mbak Ye (sebut saja begitu).
Saya
mengenalnya sekitar setahun lalu. Waktu itu, tetangga rumah saya menawarkan
asisten untuk bantu cuci setrika. Kebetulan karena sedang membutuhkan, saya
iyakan saja. Mbak Ye inilah yang kemudian bekerja di rumah saya. Sepintas ngga
ada yang aneh ketika Mbak Ye datang memperkenalkan diri. Dia mengenakan baju
kaos dan celana panjang.
Keesokan harinya, saat mulai bekerja dan
dia mengenakan celana pendek, barulah saya melihat ada yang tidak biasa. Pada
kakinya, tumbuh benjolan yang cukup jelas terlihat. Saat itu, benjolannya
hampir sebesar bola golf.
Saya tanya, kakinya kenapa.
Katanya, ini tumor.
Sudah lama?
Iya. Dulu sudah pernah dioperasi, tapi
tumbuh lagi.
Sudah berobat lagi?
Belum. Saya minum herbal aja. Rasanya sakit
ngga sekarang?
Iya,
kadang sakit, tapi ngga saya rasa.
Saat itu memang kondisinya secara
keseluruhan tampak bugar, selain benjolan di kakinya. Dia masih bisa bekerja,
mencuci, dan menyeterika sampai 3 pintu. Beberapa kali dia izin ke rumah sakit,
untuk periksa menggunakan jaminan kesehatan masyarakat. Sampai akhirnya dia
berhenti bekerja dari rumah saya, dan digantikan oleh tetangganya.
Dari
tetangganya yang sekarang jadi asisten saya ini, saya sedikit-sedikit tau
kabarnya. Dia bekerja dimana, dan bagaimana kondisinya sekarang. Prihatin juga, demi supaya bisa bekerja,
dia terbiasa menenggak minuman berenergi semacam ku****ma setiap pagi tanpa
sarapan. Minuman itu buatnya untuk mengatasi badannya yang lemas. Saya ngeri,
minuman berenergi itu akan memperparah penyakitnya. Jadi saya pesan melalui
asisten saya itu (si Bibi) untuk bilang pada Mbak Ye, tolong berhenti minum minuman
seperti itu.
Tapi, siapa yang mau mendengarkan nasihat
itu, kalau yang dia butuhkan adalah efek badan berenergi yang langsung terasa.
Jadi, tampaknya kebiasaan itu masih dilakukan.
Beberapa waktu lalu, Mbak Ye datang ke
rumah saya. Dia mengeluhkan banyak hal. Tentang penyakit tumornya yang semakin
membesar, juga tentang suami dan anak-anaknya yang banyak menuntut tapi tidak memberi
perhatian pada penyakitnya. Dia sudah berupaya memeriksakan ke RSU Daerah, tapi pihak rumah
sakit mengirimnya ke RS besar di Jakarta. RSUD tidak bisa mengatasi penyakit Mbak
Ye karena sudah terlalu parah.
Berbekal berkas BPJS, Mbak Ye sudah berobat
ke RS besar tersebut. Singkat cerita, Mbak Ye akan dihubungi kalau pihak RS
sudah siap untuk mengoperasi. Katanya masih antri 200 orang. Namun sampai
berminggu-minggu Mbak Ye tidak juga dihubungi, hingga sekarang kondisinya ngga
bisa jalan. Sejak kedatangannya ke rumah saya, baru terpikir untuk menghubungi
Lembaga amil zakat seperti Dompet Dhuafa. Saya ingat DD ada program layanan
kesehatan Cuma-Cuma dan rumah sehat terpadu DD. Tapi sampai sekarang saya belum
berhasil menghubungi. Entahlah, ada atau tidak kemungkinan bagi Mbak Ye ini
untuk mendapatkan bantuan pengobatan atau operasi dari RSTDD, masih sedang
diupayakan. Semoga ada jalan buat kesembuhan Mbak Ye.
Aamiin
Good bun , inspiratif
BalasHapusterima kasih sudah mampir :)
Hapus