30 Okt 2009

Perkembangan Aspek Psikologis Anak Usia 2-3 Tahun

Di satu fase saat seorang anak terlepas dari status BAYI dan memasuki fase kanak-kanak, yaitu saat anak sudah dapat melakukan beberapa tugas sederhana dengan kemampuannya sendiri tanpa dibantu orang dewasa, seperti makan, minum, berjalan, berlari. Saat ini…rasa otonomi anak mulai muncul. Di sinilah kadang terjadi konflik dengan orangtua (yang tidak tepat juga disebut konflik).

Pada dasarnya setiap anak memiliki fitrah untuk mandiri, dan keinginan untuk mengembangkan otonomi. Perilaku yang muncul dari fase ini anak akan tampak seperti membangkang atau melawan orangtuanya. Jika sikap ini ditanggapi secara tepat oleh orangtua, maka ia akan tumbuh menjadi anak atau individu yang mandiri, berpendirian kuat, dan tegas, serta berani.

Permasalahannya, tidak semua orangtua mengerti dan memahami apa yang terjadi di balik sikap si anak. Atau bisa jadi orangtua sudah mengerti, namun tidak tahu bagamana cara yang tepat dan bijak untuk merespon perilaku atau sikap anak. Sikap yang salah atau kurang tepat dari orangtua secara konsisten, akan menyebabkan anak tumbuh menjadi anak yang lemah dalam berpendirian, tidak punya kemauan kuat, cenderung merasa ragu-ragu melakukan sesuatu atau malu.

Disinilah pentingnya komunikasi. Komunikasi sangat amat berperan dalam menjalin interaksi yang sehat antara orangtua dan anak dalam setiap tahapan perkembangan. Namun perlu diketahui juga bagaimana cara berkomunikasi yang tepat kepada anak sesuai dengan tingkatan pemahamannya di usia itu.

Anak usia ini tidak lagi ingin didikte. Mereka menginginkan untuk melakukan sesuatu atas dasar keputusannya sendiri. Mereka merasa puas jika sesuatu yang ia lakukan adalah hasil dari keputusan nya. Oleh karena itu di usia ini, akan lebih baik jika orangtua menydorkan pilihan-pilihan ketimbang kita mendiktenya melakukan apa yang kita harapkan.

Tidak selalu berhasil memang, terlebih jika pilihan yang kita sodorkan tidak ada yang menarik baginya. Kita bisa saja memperlihatkan sisi-sisi menarik dari setiap pilihan itu. Atau mungkin kita bisa menambahkan 1 pilihan lagi tergantung kebutuhan.

Bagaimana jika semua pilihan yang kita tawarkan itu semuanya tidak menarik baginya, sementara kita ingin dia melakukan tugas-tugas yang harus dia kerjakan seperti mandi, makan, sikat gigi, dsb.

Saatnya kita perlu bersikap tegas. Bahwa mereka perlu melakukan tugas-tugas itu untuk kebaikan mereka sendiri, sambil menjelaskan konsekuensi jika ia tidak melakukannya.

Di sini mungkin akan terjadi konflik kecil. Tetaplah tenang, kita tidak sedang marah padanya. Meskipun ia berteriak, memukul, atau melakukan tindakan agresif lainnya, tetap bersikaplah penuh kasih sayang tapi sekaligus menunjukkn ketegasan bahwa tugas ini harus dilakukan secara konsisten.

Di sisi lain…sebagai orangtua kita perlu menjaga konsistensi kita dalam menegakkan peraturan tersebut. Mungkin kita merasa perlu sekali-sekali membebaskan mereka dari tugas, tapi ini akan membingungkan anak di kemudian hari…mengapa di lain waktu aku harus melakukan tugas sementara sekarnag aku bisa bebas.

Konsistensi yang harus dijaga tidak hanya dalam menerapkan peraturan ke anak, tapi juga menerapkan kebiasaan baik itu untuk diri sendiri. Kita harus bisa menjadi contoh nyata bagi mereka melalui sikap dan perbuatan kita.

24 Jun 2009

Memaknai Uang Untuk Memulai Perencanaan Keluarga


Sering mengalami masalah keuangan? Misalnya, uang gaji sebulan tau-tau habis dalam sekejap tanpa bisa tau kemana uang itu dihabiskan. Ya memang, dapet uang susah dan berasaaa banget, tapi begitu membelanjakan ngga berasa. Berasanya belakangan, begitu dompet dan tabungan di bank menipis dan ngga ada cadangan sama sekali. Duh...

Apa masalahnya? Kekurangan uang? Yaa...mungkin. Mungkin kita memang perlu menambah sumber pendapatan seperti mengambil pekerjaan paruh waktu atau memulai bisnis sendiri. Lalu apa masalah akan selesai begitu saja, setelah bisa mendapatkan tambahan uang per bulan.

Hehe...ngga juga ternyata. Karena bahkan orang kaya banget sekalipun tetap mengalami masalah dengan keuangannya. Kenapa? Ternyata masalahnya ada di perencanaan keuangan.

Ya...siapapun dia, berapapun gajinya, besar atau pun kecil, perlu sekali melakukan perencanaan keuangan.

Apa saja yang mencakup perencanaan keuangan itu?

Pertama kita perlu menyadari hakikat uang itu. Lalu kita perlu merumuskan untuk apa kita memiliki uang. Artinya...uang yang kita gunakan akan kita gunakan untuk apa. Kita bisa memulai nya dengan menentukan tujuan keuangan kita. Pasti kita akan berpikir, ya kita pakai uang buat makan, buat membeli barang-barang kebutuhan. Juga membeli sesuatu yang kita inginkan. Yap sudah pasti itu. Kita butuh uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apa cuma sebatas itu aja? Banyak orang saat ini mulai menyadari pentingnya menabung. Tapi...hanya menabung saja kita tidak punya tujuan yang jelas. Apalagi yang ditabung itu sisa gaji, itupun kalau ada.

Konsep perencanaan keuangan dari yang saya pelajari belakangan ini, adalah membatasi konsumsi saat ini untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Dengan cara membuat langkah-langkah untuk mencapai tujuan keuangan. Tujuan keuangan terdiri dari jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan keuangan itu adalah dengan menggunakan penghasilan untuk dibagi pada kegiatan konsumsi, menabung dan investasi, dan pembayaran hutang (jika ada).

Saran dari perencana keuangan, komposisi yang tepat untuk ketiganya adalah, menabung dan investasi 30%, konsumsi dan pembayaran hutang 70%. Jadi...sejak awal penghasilan kita dapat, kita harus memprioritaskan anggaran untuk menabung sebesar 30% itu. Kenapa? Karena bisa jadi hidup kita di masa depan bergantung dari situ. Bukan hidup kita saja, tapi hidup keluarga kita.

Ubah mindset kita, bahwa penghasilan kita ya hanya yang 70% itu. Itulah yang akan kita pakai untuk kebutuhan saat ini. Misalkan gaji kita sebulan 3 juta. 30% dialokasikan untuk menabung dan invesasi yaitu sebesar Rp900.000, sehingga yang bisa kita pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan konsumsi saat ini adalah kira-kira Rp 2.100.000. Sulit?

Ya...saya akui sulit. saya pun masih berjuang untuk bisa mengurangi konsumsi. Tapi ini soal mindset. Meluruskan mana yang kebutuhan, mana yang keinginan. Mana yang benar-benar penting, mana yang kurang penting.

Karena kalau kita tidak bisa membatasi konsumsi...bisa jadi bukan hanya tidak bisa menabung, tapi malah berhutang. Seorang pintar mengatakan, jangan jadikan diri kita diperbudak oleh uang. Tapi jangan pula jadikan uang sebagai benda keramat.

Artinya? Esensinya adalah pada tujuan. Kita bekerja untuk mencari uang. Lalu uang itu untuk apa? Kalau langsung dibelanjakan untuk ini itu, memperturutkan keinginan kita, lalu setelah habir kita mencari segala cara untuk mendapatkan uang, entah benar atau tidak caranya. itu artinya kita sudah diperbudak oleh uang.

Uang kita simpan, kita irit-irit, sampai-sampai anak kita ngga terpenuhi kebutuhan gizinya, bajunya compang-camping...itu juga ngga bener lah ya...bukan berarti kita harus mengeramatkan uang.

Kembali pada tujuannya. Kembali pada hakikat uang. Uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, pakailah sewajarnya, sesuai kebutuhan, dan simpan selebihnya untuk keperluan di masa datang, entah sesuatu yang telah kita rencanakan, atau sesuatu yang sifatnya darurat.

Gambar diambil dari http://weblogs.cltv.com/news/local/chicago/2008/04/

27 Apr 2009

Alas Kaki Buaya

Bagaimana bisa alas kaki dengan model dan bentuk yang aneh itu bisa menarik begitu banyak orang antri untuk mendapatkannya?




Sepatu Crocs telah dikenal kalangan atas sebagai merek yang cukup prestisius, karena counternya terletak di tempat-tempat yang ekslusif seperti mall-mall papan atas. Terlebih harganya yang memang mahal, cukup menambahkan kesan mewah, walaupun dari segi penampilan tampak kasual, dan bahkan bagi sebagian orang bentuknya terlihat jelek dan aneh.




Namun ketika orang mulai mencoba memakainya, dan merasakan fungsinya yang antislip, anti bau, dan nyaman, word of mouth lah yang kemudian beraksi menggenerate konsumen lebih banyak lagi. Lama-lama tampilan yang aneh dengan pilihan warna yang bervariasi dari yang ngejreng sampai yang hitam, menjadi terlihat unik bagi pemakai atau orang yang melihatnya. Beberapa orang menyebut alas kaki itu mencerminkan kepribadian pemakainya. Terlebih beberapa selebriti yang memang sudah keren, tampak dengan nyaman memakai alas kaki itu, menambah kesan keren pada alas kaki itu.




Lalu...kenapa hanya karena ada promo diskon, mampu membuat antrian sepanjang 2 lantai?




Tentunya bukan karena harga yang lebih murah saja yang dijadikan alasan. Seperti yang dijabarkan oleh Stephen Brown (seorang profesor di bidang riset marketing di University of Ulster, dengan TEASE Framework nya, unsur trickery, exclulsivity, dan amplification sekaligus berperan dalam terbentuknya antrian panjang tersebut.




Selama ini Crocs tidak pernah mendiskonkan produk alas kaki anehnya itu. Faktor inilah yang menjadi magnet bagi banyak orang yang mengenal merek ini. Kelangkaan peristiwa pendiskonan dan citra produk yang prestisius dan eksklusif, ditambah pula dengan pengumuman diskon di media nasional tertentu yang sudah pasti sesuai sasaran pasarnya.


Maka ketika diumumkan diskon, wajar saja banyak orang yang memburunya. Mungkin yang paling kuat dari beberapa alasan di atas adalah kesan prestisiusnya. Dan mereka kali ini mendapatkan kesempatan langka untuk menjangkau barang prestisius itu dengan harga yang lebih murah dari aslinya (walau tetap saja mahal dan tampak tidak sebanding dengan barangnya).

20 Apr 2009

Facebook dan Pemasaran

Di era digital ini, di mana semuanya serba mobile, serba connected to internet, semua aspek kena dampaknya. Seperti halnya dalam pemasaran, mulai berkembang yang namanya digital marketing atau pemasaran dengan media digital seperti internet. Banyak praktisi pemasaran dan bisnis yang mau tidak mau merambah internet dengan segala fasilitas dan media yang ada demi mencicipi berkah rupiah dan dolar yang mengalir dari konsumen pengguna internet. Salah satu media yang saat ini paling sering disebut-sebut adalah Facebook, sebuah situs jejaring sosial dengan pengguna lebih dari 100 juta orang.


Namun, benarkah situs jejaring pertemanan adalah media pemasaran yang efektif?


Jawabannya:Ya dan tidak.


Kenapa "YA"?

Situs jejaring pertemanan menyediakan fitur dan fasilitas yang membuat kita senantiasa terhubung dengan banyak orang. Kita bisa menemukan rekan atau teman yang pernah hilang dari peredaran kita. Kita bisa berbagi foto, berbagi artikel yang menarik dan informatif, berbagi pemikiran, dan berbagi apapun (asal bukan hal yang terlalu personal, pastinya). Termasuk, kita bisa menciptakan topik yang dapat memancing 'friend' di jaringan kita untuk berdiskusi. Arah diskusi bisa membantu kita menemukan apa yang menjadi trend saat ini, atau apakah yang sedang dicari oleh banyak orang. Seperti pernah dijabarkan di artikel yang mengurai tentang definisi pemasaran, menemukan apa keinginan konsumen adalah salah satu dari rangkaian aktivitas pemasaran.


Kenapa "TIDAK"?

Bayangkan kita sebagai konsumen, dan dalam jaringan 'friend' atau 'contact' kita ada satu yang statusnya isinya nawarin produk melulu. Statusnya tidak jauh-jauh dengan kata-kata "Sale...", "New Release...", dsb. Apalagi posting statusnya sampai setiap hari malah setiap jam. Kalau sudah begini, jangankan meningkatkan penjualan dan mengefektifkan pemasaran atau mendapatkan konsumen baru, yang terjadi malah calon konsumen pada lari karena gerah dan risi dengan penawaran yang bertubi-tubi.


Jadi...kalau kita memang mau menjadikan situs jejaring sosial sebagai media pemasaran untuk meningkatkan penjualan atau menambah konsumen, berusahalah seimbang. Berikan pada mereka informasi yang berguna yang berkaitan dengan produk kita. Misalnya, bisnis kita di bidang fashion, beri tips tentang memadupadankan pakaian, memilih asesoris untuk melengkapi penampilan, dsb. Tulis di note dan biarkan mereka membacanya. Tips seperti itu bagi orang yang memang peduli dengan fashion, tentu akan membuat mereka mencari tahu dimana mendapatkan asesoris yang sesuai itu.

Pemasaran adalah mempertemukan masalah dengan solusi, jadi seharusnya berikan solusi yang bernilai lebih bagi konsumen.

18 Apr 2009

Pemasaran di Samudera Biru

Wah..rada ngga nyambung sama pemasaran ya, judulnya :).
Tapi…kalau yang punya background ilmu pemasaran, atau yang sekarang ini lagi tertarik mempelajari strategi pemasaran untuk kelancaran bisnisnya, pasti tahu apa yang dimaksud di judul di atas.



Sekitar 3 tahun terakhir ini, di dunia pemasaran muncul konsep strategi pemasaran yang dibedakan secara ekstrim, yaitu Blue Ocean Strategy dan Red Ocean Strategy. Apa itu?

Blue Ocean Strategy --atau kalau mau dibahasakan ke Indonesia, ya seperti judul di atas itu-- artinya adalah strategi pemasaran yang dilakukan dengan cara menciptakan pasar baru. Atau memasarkan produk hasil inovasi yang belum ada pesaingnya ke pangsa pasar yang masih perlu dibentuk, dengan aturan main yang juga belum terbentuk dengan baku.

Dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang belum terbentuk, bukan berarti pasar itu tidak ada. Sebenarnya tanpa disadari banyak pebisnis/pemasar, permintaan (demand) terhadap suatu produk sudah ada, namun tidak muncul ke permukaan. Demand atau permintaan itu bisa jadi terlihat dalam wujud kebutuhan akan solusi terhadap permasalahan yang cukup menyentuh calon konsumen, namun belum ada pebisnis yang jeli menyediakan solusi tersebut. Jangankan pebisnis, bahkan calon konsumen itupun kadang tidak menyadari bahwa ia membutuhkan ‘produk’ itu. Pebisnis yang jeli akan menangkap isu tersebut, dan menciptakan solusi terhadap kebutuhan itu dengan menciptakan suatu produk yang belum ada di pasaran (baca: belum ada pesaingnya).

Salah satu contoh menarik dari perusahaan yang menerapkan strategi pemasaran ini adalah ditemukannya air mineral kemasan botol plastik. Zaman dulu, kalau ingin minum harus dari wadah yang berbentuk botol beling atau gelas beling. Botol beling bisa dibawa kemana-mana, tapi tidak praktis, dan kalau airnya sudah kosong, hanya akan bikin berat tas saja ya. Muncullah Aqua dengan kemasan botolnya, yang dengan praktis botolnya bisa kita buang jika isinya sudah habis. Nilai yang muncul di sini adalah kepraktisan dan biaya yang relatif murah (daripada membeli air dalam botol permanen –memang ada ya?)

Berbeda halnya jika kita melayari Samudera Merah. Jika masih berpegang pada strategi pemasaran Samudera Merah ini, dibutuhkan banyak cara untuk melakukan promosi agar produk A terlihat menonjol dan berbeda di banding produk B, C, dan seterusnya, karena persaingan yang ada sudah sangat ketat. Dalam kondisi seperti ini, muncullah persaingan (cenderung ke peperangan) harga, inovasi-inovasi dan differensiasi produk yang kurang bernilai bagi konsumen. Inovasi sebatas pada penambahan aksesoris saja, kurang menyentuh nilai fungsional atau estetika produk yang diinginkan konsumen. Laba diperebutkan oleh pebisnis yang bersaing itu, hingga yang terpikirkan oleh pebisnis adalah bagaimana mengalahkan kompetitornya. Kondisi ini bisa kita lihat pada persaingan operator seluler di Indonesia.

Resource Lengkap:
http://www.blueoceanstrategy.com/

17 Apr 2009

Pemasaran Bukan Sekedar Menjual


Kegiatan pemasaran tentu saja merupakan kegiatan wajib dari suatu unit usaha apapun, besar ataupun kecil. Karena pemasaran merupakan roh dari setiap unit usaha. Sebagus apapun kualitas produk suatu usaha, jika tidak disertai dengan kegiatan pemasaran yang memadai, tentunya usaha tersebut tidak akan mendapatkan angka penjualan dan laba pun melayang.

Namun, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan pemasaran? Apakah pemasaran hanya sebatas pada kegiatan penjualan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas sebaiknya kita terlebih dahulu melihat definisi – definisi pemasaran di bawah ini :

  • Menurut WY. Stanton, pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial.
  • Menurut H. Nystrom, pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
  • Menurut Philip dan Duncan, pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.
  • Pemasaran menurut The American Marketing Assocciation (AMA)
  • Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus.
  • Philip Kotler lebih jauh menyatakan, bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
  • Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
  • Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.
  • Pemasaran berbeda dengan penjualan. Jika kegiatan penjualan dimulai ketika produk sudah selesai diproduksi, maka kegiatan pemasaran sudah dimulai sejak sebelum menemukan apa yang akan diproduksi.

Willian J.Stanton dan Y Lamarto dalam buku Prinsip Pemasaran memberikan intisari perbedaan penjualan dan pemasaran sebagai berikut :

  1. Penjualan menekankan pada produk, sementara pemasaran menekankan pada keinginan konsumen
  2. Penjualan dimulai dengan membuat produk baru mereka-reka bagaimana menjualnya, sementara pemasaran dimulai dengan menentukan apa yang diingini konsumen dan kemudian mereka-reka bagaimana membuat dan menyerahkan produknya untuk memenuhi keinginan itu.
  3. Pada penjualan, manajemen berorientasi pada volume penjualan; sementara pada pemasaran, manajemen berorientasi pada laba usaha.
  4. Perencanaan penjualan berorientasi pada hasil jangka pendek, yaitu produk dan pasar; perencanaan pemasaran berorientasi ke hasil jangka panjang, berdasarkan produk-produk baru, pasar hari esok dan pertumbuhan yang akan datang.


Melalui riset pemasaran dengan melakukan penelusuran di lapangan, akan diketahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu kegiatan pemasaran sebagai rangkaian menemukan solusi yang memunculkan simbiosis mutualisme antara pebisnis dan konsumen. Karena melalui kegiatan ini:
  1. Perusahaan dapat mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya
  2. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
  3. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat.

Diolah dari:
1. Dari berbagai sumber
2. Sumber gambar:

14 Apr 2009

Ironi Pemilu

Bukannya lagi sok peduli, tapi memang merasa ngga sreg banget sama PEMILU caleg kali ini.

Setelah akhirnya aku memutuskan untuk memilih karena panggilan untuk peduli nasib bangsa (serius ni, asli), tapi apa yang saya lihat setelah acara pesta demokrasi itu lewat?

Banyak berita negatif tentang pemilu. Masalah yang sudah diprediksi sejak awal akan muncul adalah masalah daftar pemilih tetap. Bagaimana bisa, saya yang sudah 3 tahun lalu tidak lagi berkedudukan sebagai warga Kelapa Gading, Jakarta, nama saya masih tercantum sebagai daftar pemilih tetap. Padahal sudah direvisi oleh ketua RT dilingkungan tempat tinggal saya waktu di daerah itu. Dan sekarang saya sudah tercatat sebagai pemegang KTP Jakarta Pusat. Memang tidak ada tanda-tanda petugas KPU atau apalah namanya, mendatangi rumah saya dan mencatat apalagi mendaftarkan saya sebagai pemilih di daerah Jakarta Pusat itu. Sampai H-1, undangan pun tidak ada. Dan akhirnya hanya saya yang bisa memilih, suami saya dipaksa jadi golput karena ngga ada undangan juga buat dia.

Ternyata, bukan hanya saya. hampir di seluruh TPS ada saja yang nama penduduk ybs tidak terdaftar sebagai pemilih, bahkan seorang Gubernur sekalipun?!

Dan kabarnya nih...(saya malas juga untuk klarifikasi bener salahnya), sebenernya yang menang itu bukan partai Demokrat, tapi golongan putih. Bravo! (teriak sambil ngusep dada).

Itu baru satu permasalahan.

Apakah yang ngga golput itu suaranya berkualitas? Ternyata...suara yang memilih pun diwarnai juga dengan masalah atau kecurangan. Suara itu belum tentu murni, kasus teringan:
1. Suara rakyat yang asal coblos (eh sekarang contreng ding ya) karena bingung dan ngga sempat mencari tahu latar belakang para caleg apakah berkualitas atau engga (ngaku deh, ini saya)
2. Suara rakyat yang dibeli, alias disuruh milih dengan dijanjikan atau sudah diberikan imbalan tertentu
3. Suara rakyat yang umurnya dipalsukan (melihat kasus di sebuah TPS yang pemilihnya siswa-siswa SMP yang diundang untuk memilih)
4. Suara siluman (alias data pemilih yang sudah meninggal kok masih ada..hiiihihihiiii)
5. dll....entah apa yang belum ketahuan

Itu baru 2 dari beberapa permasalahan

Yang paling memalukan...berkaitan dengan suara rakyat yang dibeli...
Caleg-caleg yang ada itu lho...duh...siapa sih mereka? Apa yang sudah mereka kontribusikan untuk rakyatnya? Apa yang mereka berikan itu ikhlas atau karena cuma pengen dipilih aja? Saya berpikir positif saja, pasti diantara ratusan caleg yang ada, pasti beberapa persen memang berkualitas dan berintegritas. Setidaknya ada beberapa caleg yang saya tahu siapa mereka, juga sering membaca beberapa tulisannya di media. Tapi, yang cuma sekedar pasang-pasang spanduk ngga jelas, bagi-bagi kaos, ngasih karpet dan semen tapi minta dibalikin lagi, dan sakit jiwa karena ngga dipilih karena mikirin utang beratus-ratus juta, jelas banget itu bukan caleg yang berintegritas, tapi modal pedagang gadungan (kalau yang asli pedagang sih pasti juga tau hukum memberi lebih baru menerima). Untung mereka ngga kepilih, udah ketahuan belangnya.

Dengan banyaknya kecurangan, ketidak validan data pemilih pada Pemilu ini, aku mikir juga,
"oke, aku sudah milih ni, tapi kok hasilnya kaya gini ya? (bukan ....! bukan ngga seneng demokrat menang). Apakah hasil pemilu ini cukup dapat dipertanggungjawabkan? Apakah peranku ini yang hanya menyumbang satu suara ini akan ada efeknya untuk mengubah wajah DPR kita yang seperti anak TK menjadi wajah seorang dewasa dan berbudi pekerti luhur?

Akhir kata...aku hanya ingin tetap berpikir positif, bahwa caleg-caleg yang terpilih itu memang benar-benar bisa menjadi saluran suara hati rakyat, yang berintegritas dan berdedikasi, dan tidak menjadikan DPR itu sebagai tempat mencari nafkah. amin...insya Allah.

Karena...aku punya peran di tempat lain, bukan di politik (sedikit ngeles, tapi karena tau kapasitas diri hehehe).

21 Feb 2009

Malpraktek: Salah Siapa?


Membaca majalah nirmala terbitan tahun 2005 (apa 2003, ya) tadi sore, pas kebetulan topik utamanya tentang tips menghindari malapraktik. Hm...memang topik kasus Prita sudah selang beberapa minggu lalu, ya. Tapi ngga ada salahnya kalau saya coba ulas tentang hal ini.

Ternyata menurut salah seorang dokter yang menjadi narasumber di artikel itu, yaitu dr. Amarullah Siregar, malapraktik itu bisa datang dari dokter bisa datang dari pasien juga, lho. Bentuk malapraktik pun tidak harus selalu berujud dalam tindakan kelalaian operasi atau kesalahan pemberian obat.

Malapraktik datang dari dokter, bisa berupa kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian tindakan, bahkan ketidaklengkapan informasi dari dokter untuk pasien bisa berujung pada malapraktik. Poin yang terakhir itu contohnya pemberian resep yang tidak disertai informasi yang jelas tentang apa efek sampingnya, obat ini untuk indikasi apa, dan kontradiksi apa, bagaimana cara mengonsumsi obat, alasan kenapa obat harus diminum sebelum atau sesudah makan. Dokter harus bisa dan mau menjelaskan sejelas mungkin kepada pasien mengenai semua itu.

Kalau untuk poin pertama (kesalahan diagnosa) dan kedua (kesalahan pemberian tindakan) bisa datang dari dokter, poin ketiga itu ada kontribusi dari pasien juga. Dokter hanya manusia biasa, terkadang lupa atau terlewat untuk menjelaskan sesuatu, tugas (dan hak) pasien itulah yang harus aktif dan kritis untuk bertanya sejelas mungkin, kalau perlu menceritakan riwayat penyakit atau gejalan yang dirasa berkaitan. Dari situ kita justru membantu dokter untuk menghindarkannya dari kasus malapraktik. Dan yang terpenting, kita juga punya hak untuk tau dan menentukan apakah tindakan dokter tersebut sesuai dengan kondisi tubuh kita atau tidak.

Kontribusi lainnya dari pasien yang bisa berujung pada malapraktik adalah ketika pasien memaksa dokter meberikan obat yang cespleng...yang bisa segera menyembuhkan GEJALA yang dideritanya. Perhatikan kata GEJALA di atas, karena itu berbeda dengan PENYAKIT. Jika penyelesaian difokuskan pada gejala, bisa berakibat negatif dan akumulatif pada tubuh kita. Gejala yang 'sembuh' seakan membuat kita sehat kembali, padahal apa yang menyebabkan gejala itu muncul belum tentu tuntas terselesaikan. Kadangkala, dokter terdesak untuk memberikan obat tersebut untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien.

Memang tidak ada yang 100% benar, atau 100% salah. Ini pun tidak sedang mengkaitkan dengan kasus Prita. Tapi sekedar pengingat kepada kita semua, termasuk saya sendiri. Dengan informasi yang terbuka lebar melalui internet, buku, dan majalah. Kita selayaknya memperkaya diri dengan dengan pengetahuan tentang kesehatan atau penyakit yang ada di sekitar kita. Supaya ketika kita sakit, atau keluarga kita sakit, kita tidak memasrahkan begitu saja pada dokter. Setidaknya kita perlu meminta waktunya untuk memberi penjelasan, dan juga berdiskusi mengenai penyakit yang diderita. Ada baiknya juga kita meminta second opinion dari 1 atau 2 dokter lainnya. Yang terpenting, jangan takut untuk bersikap kritis dan banyak bertanya (jujur, untuk orang yang cenderung diam seperti saya, butuh perjuangan tersendiri), itu saran dari beberapa dokter yang saya tau melalui milis SEHAT.

Gambar diambil dari www.primaironline.com

What Is Your Passion?

Quote yang paling menginspirasi: "I am stronger than my excuses".