Anak Shaleh: Aktif, Progresif, Konstruktif, Kreatif
Materi oleh: Pak Adriano Rusfi (Pak Aad)
Apa yang ada di benak setiap orangtua ketika mengharapkan anak menjadi anak yang shaleh?
Anak shaleh seringkali diartikan sebagai anak yang tidak
lupa sholat, tidak malas mengaji, tidak membantah perintah orangtua, dan tidak melawan
orangtua. Definisi anak shaleh masih diartikan terbatas pada amalan yang
sifatnya personal dan akhlaq. Nyatanya, keshalehan tidak hanya terbatas pada
itu saja. Keshalehan mengandung arti yang lebih luas, yaitu amar ma’ruf nahi
munkar.
Sebelum membahas lebih menyeluruh tentang definisi dan ciri
anak shaleh yang lebih komprehensif, mari menengok kembali mentalitas apa yang
sedang terbangun setidaknya pada sebagian generasi muslim saat ini.
Kaum Mustadh’afin =
Lemah atau dilemahkan
Kaum ini lahir dari
perasaan ketertindasan, dari perasaan sebagai kaum konspirasi permusuhan,
pemurtadan, dan pelemahan. Kemudian muncul sikap defensif. Ini menjadi
mentalitas umahat abad 20, sejak jatuhnya khilafah utsmaniyah. Kaum ini
direkayasa untuk kepentingan politik untuk membangun solidaritas. Inilah cikal
bakal mental teroristik.
Sebagian kaum muslim lebih fokus untuk melawan usaha
pemurtadan dari musuh –musuh Islam dengan cara defensif dan kekerasan. Menebarkan
virus kebencian secara berlebihan, sampai aksi teror seperti bom bunuh diri dan
sejenisnya menjadi pilihan yang diambil oleh kaum ini, yang justru menimbulkan
persepsi semakin negatif tentang Islam.
Kaum ini sibuk dengan isu permutadan, sekularisme, bahaya
aliran sesat, dan sebagainya, namun lupa untuk memperhatikan isu kemanusiaan.
Isu kemanusiaan bukan hanya terbatas pada problem solving, bukan hanya terbatas
pada pemberian bantuan setelah bencana, bantuan kepada kaum dhuafa, dan
sebagainya. Isu kemanusiaan termasuk juga bagaimana menciptakan teknologi ramah
lingkungan, perkembangan sains, terobosan dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
yang semuanya berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia juga
pelestarian lingkungan.
Islam benar-benar akan menjadi rahmatan lil’alamin, melalui
khalifah-khalifahnya jika semakin banyak kaum muslim yang berkontribusi aktif
dan kreatif dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia dan alam. Karena umat
Islam diharapkan menjadi khalifah fil ardh yang akan membawa perbaikan dan
kebaikan di bumi ini.
Definisi dan Ciri
Anak Shaleh
Generasi Islam selayaknya menjadi generasi yang memiliki
mentalitas positif yang memiliki harga diri (dignity). Karena dibalik kebencian pihak-pihak tertentu, semesta
mendukung Islam dan masih banyak yang merindukan kepemimpinan Islam.
Generasi Islam selayaknya menjadi generasi khairul ummah,
generasi progresif yang tidak defensif.
“Janganlah kamu merasa hina, jangan pula bersedih hati,
kamulah yang paling tinggi, jika kalian orang yang beriman”
Shaleh itu ISLAH. Islah bermakna ‘memperbaiki’, bukan
merusak. Shaleh berarti amar ma’ruf nahi munkar.
Definisi anak shaleh:
1.
Shaleh itu amal (melakukan sesuatu), bukan
terbatas pada akhlaq
2.
Anak Shaleh = Anak progresif
3.
Anak shaleh = Anak konstruktif
4.
Anak shaleh = anak kreatif
5.
Amar Ma’ruf nahi munkar
6.
Laksanakan perintah, tinggalkan larangan
7.
Mengejar pahala, menekan dosa
8.
Berlomba-lomba dalam kebajikan
Shaleh adalah amal.
Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Ajarkan pada anak didepan ada surga,
agar semakin termotivasi untuk banyak berbuat kebaikan. Untuk lebih banyak
berkontribusi, dan lebih banyak menghasilkan inovasi-inovasi. Jangan ajarkan
anak didepan ada neraka yang membuat anak terlalu takut berbuat apa-apa karena
takut berdosa.
Manusia tidak akan pernah
luput dari dosa, namun hanya perbuatan baiknya lah yang akan menjadi penutup
bagi dosa-dosanya, dan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya yang akan
menghindarkannya dari dosa.
Karena pada hari
perhitungan nanti, Allah menyampaikan melalui ayat suciNya, manusia akan
dihitung seberapa banyak pahala yang dikumpulkan. Allah tidak menyebutkan bahwa
ukuran masuk surga dari seberapa sedikit dosa yang dilakukan. Hal ini seperti
tercantum dalam QS Al Qori’ah ayat 6 – 11:
“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia akan
berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan
timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”
Tantangan umat muslim
adalah menciptakan generasi kreatif. Kreatifitas yang positif membawa
kontribusi yang bermanfaat untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Bagaimana
memulai menciptakannya? Ketika usia 0-7 tahun, anak-anak sedang dalam ‘masa
destruktif’. Anak cenderung merusak benda atau barang untuk memuaskan rasa
ingin tahunya. Maka izinkan atau biarkan mereka merusak di masa itu, jangan
dilarang. Ajarkan saja apa konsekuensi logisnya (bukan hukuman). Jangan
paksakan anak untuk konstruktif pada masa itu, seperti yang sekarang ini sering
terjadi dengan mengajarkan baca tulis sejak dini. Kenyangkan hasratnya untuk
‘merusak’ (sambil mengajarkan konsekuensi logis dari tindakannya agar
destruktifnya terarah). Hal ini akan memuaskan kebutuhan psikologisnya akan
banyak hal. Ketika usia 7 tahun ke atas, dia pun akan terpuaskan dengan
kebutuhannya itu dan dengan sendirinya banyak melakukan tindakan-tindakan yang
konstruktif justru dari pengalamannya merusak di masa kecil.
Shaleh adalah amar ma’ruf
nahi mungkar (bukan dibalik menjadi nahi munkar amar ma’ruf). Artinya dahulukan
untuk berbuat dan menebarkan kebajikan, baru mencegah kemungkaran.
Shaleh adalah melaksanakan
kebajikan dan meninggalkan larangan (bukan meninggalkan larangan dan
melaksanakan kebajikan).
Artinya, utamakan untuk
banyak berkontribusi, kontribusi, kontribusi, sambil selalu istiqomah untuk
menghindar dari atau menekan dosa. Sebaliknya, jika terlalu takut melakukan
dosa, dan akhirnya takut berbuat apa-apa, atau sedikit berbuat baik, mungkin
kontribusi yang dihasilkan akan lebih sedikit.
Pendidikan untuk anak kita
selayaknya adalah berorientasi menjadikan anak yang bagaikan anak panah:
menembus, melesat, dan mencapai tujuan. Bukan berfokus atau berorientasi untuk
membentengi anak, karena sekuat apapun benteng yang coba dibangun, kemunkaran
akan semakin lincah untuk mencari celah.
Pendidikan selayaknya
menjadikan anak aktif (melakukan hal positf), karena dengan menjadi aktif, anak
akan terhindar dari hal-hal yang buruk. Bukan membatasi anak, yang membuat anak
tidak bisa mengoptimalkan segala potensinya, dan jatuh pada rendahnya
kompetensi yang dimilikinya dalam bermanfaat untuk kehidupan. Amar ma’ruf itu
sendiri adalah nahi munkar yang paling baik. Menyibukkan diri, banyak melakukan
aksi positif, dan aktif adalah obat terbaik untuk menghindarkan diri dari
maksiat. Cara terbaik untuk menghilangkan kebathilan adalah dengan mendatangkan
yang haq.
Banggalah dengan anak yang
pahalanya banyak, bukan yang sedikit dosanya.
Setiap kebaikan akan dihitung 10 kali lipat, tapi setiap kesalahan atau
dosa hanya dihitung 1 kali lipat saja.
Melakukan 10 kebaikan dan
3 dosa lebih baik dibandingkan dengan melakukan 1 kebaikan dan 0 dosa.
Karena :
(10x10) + (3x1) = 100 – 3
= 97
(1x10) + (0x1) = 10 – 0 =
10.
Wallaahu a’lam
bishshowab...
Kesimpulan:
1. Mari
ubah mindset umat muslim dari mentalitas tertindas menjadi mentalitas optimis.
Ceritakan kepada anak kebaikan Islam, kejayaan Islam di percaturan dunia.
Berikan informasi juga tentng perjuangan muslim dari penindasan yang terjadi di
belahan bumi lain, bukan untuk menanamkan kebencian untuk melakukan kekerasan.
2. Bicarakan
pada anak tentang goal setting (merencanakan tujuan) dan goal getting
(menggapai tujuan), tidak selalu berfokus pada problem solving.
3. Selanjutnya
upaya untuk membangung generasi shaleh bisa lebih efektif.
4. Generasi
shaleh adalah:
-
Amar ma’ruf nahi munkar
-
Mengejar pahala menekan dosa
-
Berlomba-lomba dalam kebaikan
-
Menegakkan yang hak dan menghancurkan yang batil
-
Melaksanakan perintah meninggalkan larangan
-
Tancap gas lalu rem sebelum menabrak
-
Biarkan anak berbuat salah, karena salah membuat
anak belajar.
Forum tanya jawab:
Tanya:
Bagaimana mengajarkan
disiplin pada anak
Jawab:
Orangtuanya harus
mencontohkan kedisiplinan juga. Selain itu perlu diseimbangkan antara disiplin
fungsional dengan disiplin struktural.
Yang dimaksud dengan
disiplin fungsional, melakukan perbuatan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya,
-
Disiplin tidur lebih cepat agar bisa bangun
pagi.
-
Disiplin olahraga agar stamina tubuh meningkat
-
Makan ketika lapar
Yang dimaksud dengan
disiplin struktural, melakukan perbuatan atau kegiatan yang dipatok aturan yang
baku. Misalnya,
-
Tidur pukul 9, bangun pukul 5 pagi
-
Olahraga 30’ menit setiap jam 7 pagi
-
Makan pagi jam 7, makan siang jam 12, makan
malam jam 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Haii emak, bapak, ibu, adik, abang, neng, uda, uni, akang, teteh, mas, dan mbak, tinggalkan komentar dan jejakmu yaa... saya senang sekali kalau bisa berkunjung ke rumah maya milikmu. Salam BW ^_^